Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 07 Maret 2014

Santri Juga Bisa Berkarya!



Sebagian orang menganggap bahwasannya santri itu cenderung dianggap kudet, gaptek dan label – label kampungan lainnya. Namun, pada kenyataannya itu bertentangan di zaman yang sudah modern ini. jangan salah lho, santri juga bisa lebih intelek dalam berkreasi terutama dalam bidang sastra. Masih nggak percaya ? tapi ini fakta bukan sekedar cerita!
Aksi Santri dalam Sastra
            Mengkaji kitab, nundutan, dan apa pun istilah-istilah yang sering terdengar tentang santri yang membosankan. Tentunya, tidak menyurutkan semangat mereka dalam berkreatifitas. Walau dianggap kudet, tapi mereka bisa merangkai kata-kata yang indah dan nyastra, yang mampu menghipnotis para pembacanya.
            Ide-ide atau pun gagasan yang mereka tuangkan tentang cerita mereka di pesantren menjadi ciri khas tersendiri dalam karyanya. Pasalnya, tema-tema tersebut sekilas terlihat jenuh dan tak menarik untuk dibaca. Namun, kelihaian mereka dalam mengolah kata tadi membuat bacaan tersebut renyah untuk di santap. Selain itu, cerita-cerita sederhana yang mereka tuangkan mengandung kesan tersendiri di hati para pembacanya dan juga banyak sekali ilmu-ilmu pengetahuan yang mereka campur adukkan sehingga menghasilkan karya-karya yang bermutu, yang tidak hanya sekedar bacaan saja.
            Dan perlu kalian ketahui, forum menulis matapena itu sendiri juga berkembang di kalangan para santri yang gemar menulis. Bukan hanya itu, matapena juga telah menerbitkan banyak buku, yang mana penulisnya itu dari kalangan santri, seperti : santri semelekete,  bola-bola santri, santri baru gede, dilarang jatuh cinta dan lain sebagainya.
Santri Juga Bisa Berkarya !
            Meskipun, santri punya segudang dan seabreg kegiatan dari mulai bangun tidur dan tidur lagi, namun mereka tetap masih bisa berkarya dan berkreatifitas ria.
             Bukan hanya buku saja yang bisa mereka hasilkan, dengan kreatifitas mereka yang nggak ala kadarnya, mereka mapu menggebrak suatu terobosan baru di dunia perfilman. Contohnya  Ahmad fuadi dengan bukunya Negri 5 Menara, beliau dapat mengangkat karyanya yang berlatar belakang santri itu ke layar lebar.
            Tema yang diambil juga cukup sederhana, yaitu tentang kisahnya saat menjadi santri di pondok modern Darussalam Gontor. Film yang di buatnya itu  menarik apresiasi banyak pihak baik itu dari kalangan santri maupun kalangan umum. dan karyanya itu membuatnya dikenal banyak orang serta mendapatkan banyak penghargaan dari berbagai macam media.
            Selain itu, jika dilihat dari latar belakang kebanyakan penulis di Indonesia, zaman sekarang ini dunia perbukuan maupun sastrawan justu banyak yang lahir dari dunia pesantren. Sebut saja Habiburrahman El-Shirazy, Irfan Hidayatullah yang merupakan mantan ketua FLP pusat, dsb. Hal ini karena secara tidak disadari, karena pesantren telah memberi pelajaran mengenai budaya membaca dan menulis, selain itu beragam kisah khas pesantren pun tidak akan pernah habis untuk dipaparkan.
            Menengok sedikit ke dalam ruang lingkup pesantren, pada zaman ini sudah mulai berjamuran beragam komunitas menulis di kalangan santri. Semuanya tidak berjalan secara alamiah lagi, melainkan lebih terencana dan memiliki misi kedepan. Fenomena ini sangat positif dan tentu akan bermanfaat kelak. Karena sudah saatnya para santri yang nantinya jadi kyai juga jago menulis sehingga menelurkan banyak karya yang bisa memberi manfaat bagi orang banyak. Jadi santri tidak hanya jago berdakwah lewat lisan (yang notabene hanya bisa disimak sebentar) tapi juga bisa berdakwah lewat tulisan yag bisa menjangkau kalangan yang lebih luas lagi.
            Lebih jauh, para pelajar di negeri para anbiya yaitu Mesir, kebanyakan dari mereka adalah lulusan pesantren. Selain belajar menghafal Quran, tidak sedikit yang juga berkarya lewat tulisan. Ada yang memilih menjadi penerjemah buku maupun terjun langsung menjadi penulis buku. Jangan salah, jadi penerjemah itu sulitnya minta ampun lho, selain harus hafal terjemah tiap kata, mereka juga dituntut mampu merangkai kata-kata yang diterjemahkan agar enak dibaca, so kudu punya keahlian khusus dong.
            Hal ini selain jadi ajang pembelajaran dan pengalaman, juga berdampak positif bagi biaya hidup mereka selama menjalani studi. Sudah tentu karena pekerjaan semacam itu menghasilkan pundi-pundi rupiah. Sikap seperti ini bukan berjalan secara alami, melainkan sudah dicontohi oleh para dosen dan guru-guru di sana yang sering disapa syeh. Paa syeh ini memang kebanyakan tidak punya lembaga pendidikan, tapi mereka tidak kehilangan spirit untuk berkarya. Dengan menulis karya-karya bernuansa religi, mereka bisa berdakwah lebih luas bahkan hingga mancanegara. Masih inget dong sama bukunya Aidh Al-Qarni yang berjudul “Laa Tahzan” dan “Menjadi Wanita Paling Bahagia”. Wuih super banget ya bukunya, nggak heran kalau best seller.
            Nah, dari pernyataan di atas tadi  sudah membuktikan bahwa santri juga bisa berkarya, yang karyanya bukan hanya sekedar karya sampah yang nggak bermutu. Tetapi justru santri mampu berkarya menghasilkan karya-karya yang sangat bermutu dan sangat di butuhkan di era globalisasi ini!
            So, walaupun santri bukan berarti ngga bisa berkarya kan? Tetap berkarya dan tunjukkan kreatifitasmu! [matapena team]

1 komentar: