Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 28 Oktober 2011

Jadi Kutu Buku? Siapa Takut!





Kutu buku ( satu sebutan orang yang sangat suka membaca ).Hmm... pasti dalam pikiran kalian orang yang kutu buku itu culun , gak modis , dan berkaca mata.Sehingga kalian enggan untuk menjadi seorang  “KUTU BUKU”.Banyak ya! Di film-film kita lihat orang yang jadi kutu buku itu hanya di manfaatkan saja , misalnya di suruh ngerjain PR dan selalu di injak-injak dan hal itu pasti membuat imajinasi kalian berfikir  “Jadi kutu buku rugi?!”.
                Hey! Itu salah ya justru jadi kutu buku itu penting tau! Selain menambah wawasan baru, juga bisa menambah otak kita encer  kayak air..lihat aja tokoh-tokoh besar kita kayak Habiburrahman El-syehrezy,Chairil anwar dan lain-lain.Kenapa mereka menjadi yokoh-yokh hebat ? itu karena mereka adalah kutu buku ! kepintaran mereka berdua itu dari menjadi “Kutu buku senior”.Sehingga bisa membuat cerita-cerita bermutu dan menjadi karya-karya yang di kenang oleh orang lain. Masa sih gak ngiler jadi , kayak mereke?! So, membaca adalah kebutuhan primer  untuk kita (seperti dalam ekonomi : “kebutuhan primer adalah kebutuhan yang pertama yang harus di penuhi).Jadi membaca harus menjadi hal pertama yang kita penuhi.
                Akhir-akhir ini juga telinga-telinga kami sering mendengar banyak yang bilang “membaca buku menyita waktu ah! Apalagi yang tebel-tebel, males!” Ups! Kok gitu sih ?! males itu alasan konyol ya! Kalo kalian males terus mau jadi apa kalian ?! (huhu...)
                Guru-guru kita juga , bisa pada pintar karena membaca! Jadi kutu buku bertahun0tahun, dan sekarang bisa membagi ilmu pada kalian... Untung gak sih? Udah pintar dapat pahala lagi , karena udah membagi ilmu pada kalian murid-murid mereka.
                Tokoh – tokoh ulama juga kayak imam ghazali , amam syafi’i yang pada bisa membuat syair-syair indah nan bagus karena menjadi kutubuku.Allah juga menyuruh kita membaca dalam surah yang pertama yaitu al-alaq yang berbunyi :
اقرأ باسم ربّÙƒ الّذي خلق
Artinya :Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan,
                Tuh kan! Allah juga nyuruh kita membaca .... tapi , jangan asal baca buku ! cari buku yang lebih bermutu , dan lebih mendidik ok!
                Nah, masa kita sebagai agak mau menuruti perintah-Nya malu dong! Masa santri gak menuruti syariat-syariat allah?
                Kata kang Bode(Penyair Tasik): “Pembohong besar penulis yang tidak suka membaca !” Tuh kan ? tanpa membaca kita tidak bisa menjadi apa-apa bukan hanya penulis untuk menjadi dokter,arsitek,perawat juga harus di awali dengan membaca karena tanpa membaca mereka tidak tau bagaimana menyuntik pasien , membangun rumah yang bagus , dan pelayanan suster yang baik.
                Sekarang saya akan membari tips dan trik untuk menjadi kutu buku:
1.jika kalian mengunjungi mal-mal yang besar dan mencakar langit coba kalian belok sebentar ke bookstore kayak gramedia de el el.dan disana kalian pilih satu bacaan yang kalian suka entah berupa komik , humor , majalah dan kawan – kawan.
2.Setelah kalian sering membaca buku – buku tersebut kalian pasti akan mencoba untuk mencari bacaan-bacaan yang lebih menantang dari bacaan sebelumnya.
3.Dari sana kalian akan menyukai kegiatan membaca tersebut walaupun bacaan ringan seperti cerpen , puisi atau yang berat seperti novel , buku-buku fiksi , pelajaran.
4.Terus kalo misalnya kalian di kasih tugas-tugas dari guru yang menumpuk itu harus di kerjakan! Paksalah walaupun kalian ngantuk , males harus di paksakan karena dengan adanya tugas tersebut kita mau tak mau pasti akan membaca.
                Nah,setelah itu mungkin kita terpaksa dengan hal tersebut tapi , karena sering di paksa kita akan terbiasa dan dengan terbiasa kita pasti bisa.Toh, manfaat nya buat kita sendiri?! [Rahmalia]

Sabtu, 13 Agustus 2011

Perekrutan Anggota Baru Matapena Tasik

Oleh: Lena Sa'yati, Pengurus Komunitas Matapena Rayon Tasik
http://www.lenasayati.blogspot.com




 Jum’at, 12 Agustus 2011 kemarin, Komunitas Matapena Tasik untuk pertamakalinya mengadakan acara perekrutan anggota baru. Ada 47 peserta yang mengikuti acara ini. Terdiri dari 43 santriwati dan 4 santri. Bertempat di gedung I’anah lt.2, agenda pertama adalah pembukaan. Dengan Mina Hapadoh (Ketua Matapena Tasik) sebagai MC, dan Ustadz Syahruzzaky Romadloni  memberikan sambutan selaku pembina Kepenulisan di Ponpes Condong.
Selanjutnya pengenalan Komunitas Matapena kepada para peserta disampaikan oleh saya sendiri selaku pengurus Komunitas Matapena Tasik. Materi ini bertujuan untuk memperkenalkan dan memahamkan kepada para peserta tentang apa itu Komunitas Matapena, kapan terbentuknya, apa sajakah kegiatannya, dll. Disela-sela materi, saya pun memutar video kegiatan-kegiatan anggota Matapena Tasik selama setahun terakhir. Video tersebut dapat anda lihat disini:



Setelah materi pengenalan Komunitas Matapena, para peserta digiring ke area gedung mandiri untuk mengikuti kegiatan selanjutnya, yaitu olah rasa. Dalam kegiatan ini, para peserta dituntut untuk lebih peka terhadap apa yang mereka rasakan, mereka lihat dan yang mereka  dengar. Kegiatan ini dilakasanakan diluar ruangan, dengan tujuan, agar para peserta dapat dengan mudah mendapatkan inspirasi dari apa yang mereka rasakan (tentu akan berbeda jika bertempat didalam ruangan).
 Setiap anak ditekankan agar tidak pernah sekalipun melepaskan pena dan buku, kemudian mata mereka satu persatu ditutup oleh panitia. Lalu satu sama lain berpegangan tangan, untuk kemudian diarahkan oleh panitia ke lokasi yang dituju. Di sini, kata hati, insting dan pendengaran yang lebih ditekankan. Kemudian anak-anak didudukan oleh panitia dengan jarak berjauhan satu sama lain. Seakan-akan mereka merasa sendirian saja ditempat itu. Beberapa menit kemudian, terdengar seruan “ Tidakkah kau lihat dibarisan rak-rak toko buku itu disesaki oleh buku-buku karangan orang asing? Tidakkah kau melihatnya? Buka matamu, buka! Buka mata kalian! “. Enam orang dari panitia telah siap mementaskan teater yang diawali oleh seruan tadi. Serentak para peserta melepaskan penutup matanya meski dengan ragu-ragu. Mereka terlihat celingukan saat menyadari disekelilingnya banyak orang, termasuk para santriwati di dalam kelas yang juga ingin ikut menyaksikan teater yang ditampilkan oleh para panitia dari anggota Matapena. Dengan menyaksikan penampilan teater, para peserta dituntut untuk peka terhadap apa yang mereka lihat dan dengar.

Pengenalan Komunitas Matapena
sebelum olah rasa
pengarahan sebelum olah rasa
menguji kepekaan
penempatan peserta saling berjauhan
penempatan selesai
" Buka matamu! buka!.."
Semua orang bisa menulis, Nak..jarrib, walaahid takun 'aarifan. Kita ingin, kita bisa!
Setelah melalui proses olah rasa, para pesertapun diminta untuk menuangkan apa yang baru saja mereka rasakan kedalam tulisan. Mereka diberi waktu satu jam untuk mengerjakannya. Sementara disela-sela itu, para panitia sengaja mendekati satu-persatu dari mereka untuk sedikit bertanya ini itu seputar sastra dan pengalaman mereka dalam bidang itu.

menuangkan apa yang dirasakan
panitia menghampiri peserta
pena, pena, pena. Jadilah prajurit penghunus pena.
Setelah semuanya selesai, para peserta kemuidan berkumpul untuk mengikuti diskusi sastra bersama seluruh panitia. Saya memulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan seputar buku-buku bergenre sastra. Beberapa dari mereka ada yang bisa menjawab, bahkan sampai menjelaskan tentang isi bukunya, kesan terhadap buku tersebut, kemudian alasan mengapa buku itu begitu menarik untuk dibaca. Sebuah kebanggaan bagi saya ketika melihat sebagian dari mereka memiliki minat baca yang cukup besar. Karena penulis yang besar, adalah pembaca dengan minat besar pula.


Mengajukan beberapa pertanyaan seputar buku-buku sastra dan penulis-penulisnya
menyimak pertanyaan
Elif sharing buku yang dibacanya
Rahmaliapun menjelaskan isi buku yang dibacanya
Bakda dzuhur acara dilanjutkan dengan sarasehan sastra. Yang menjadi narasumber kala itu adalah sastrawan muda Tasik Bode Riswandi, penggiat sastra yang tergabung dalam Sanggar Sastra Tasik (SST), yakni salah satu sanggar sastra yang diasuh oleh sastrawan sekaliber Saiful Badar, Acep Zam-zam Noor, dan Nazaruddin Azhar. Sewaktu duduk dibangku SMP, saya sempat mengikuti lomba baca puisi yang diadakan SST. Dan kala itu saya membacakan puisi yang berjudul ‘Epitaf’ karya Bode Riswandi. Dan akhirnya, kemarin saya bisa juga membawa beliau ke ponpes untuk memberikan materi pengenalan sastra dan training motivasi menulis kepada para peserta. 

Pak Bode menyampaikan materi seputar sastra
Beliaupun sempat becerita tentang cerpennya yang berjudul 'wanita tanpa cerulit'
Panitia bersama sastrawan muda tasik Kang Bode Riswandi

Setelah mengikuti sarasehan sastra, para peserta beristirahat untuk melaksanakan shalat ashar, setela itu kembali ke ruangan untuk menonton trailer film santri ‘Hidup sekali Hiduplah Yang Berarti’ bersama-sama. Setelah itu, mereka kembali digiring ke gedung mandiri untuk mengikuti kegiatan selanjutnya, yaitu Forum Diskusi Sastra. Para peserta dibagi kedalam 6 kelompok. Masing-masing kelompok dibimbing oleh satu fasilitator dari panitia. Dalam forum ini, fasilitator memberikan sedikit pengenalan sastra, lalu meminta para peserta untuk saling menyambung cerita, menanyai satu-persatu tentang proses awal mereka menulis, memainkan game sastra, sharing seputar sastra, dll.

bazar kaset, buku dan buletin
Bazarnya banjir pembeli nih, alhamdulillah

Proses FDS (Forum Diskusi Sastra)


Selepas mengikuti Forum Diskusi Sastra, para pesertapun berkumpul di belakang gedung Brunei. Di sana para peserta akhirnya diberitahu bawa mereka semua telah resmi menjadi anggota baru Matapena, dan sebagian dari mereka akan dibentuk redaktur khusus mading Matapena. Acara ini sekaligus menutup seluruh kegiatan dalam acara perekrutan anggota baru Matapena. Lalu salah satu dari peserta diminta untuk memberikan testimoni terhadap kegiatan ini.
                Sambil ngabuburit, terakhir, acara diakhiri dengan musofahah para peserta dengan seluruh panitia. Dan mereka diberi pesan untuk tetap istiqomah dalam menulis, dengan tetap mengusung nilai-nilai keislaman dan dakwah. Suasana haru terlihat kala itu, karena setelah musofahah, para peserta enggan meninggalkan lokasi kegiatan. Akhirnya saya menyuruh para panitia untuk berkumpul di depan kelas gedung Mandiri, baru para peserta pasrah meninggalkan lokasi. Dan dengan rasa haru, mereka melambaikan tangan pada panitia. Seakan lambaian itu mampu mengutarakan perasaan mereka; ‘sampai jumpa, sampai bertemu lagi dengan karya-karya yang lebih hebat, dan bermakna’. Ya, akhirnya, sayapun mengucapkan “ Terimakasih sudah berpartisipasi dalam kegiatan ini, semoga acara ini bermanfaan bagi kita semua, amin”.

Shollalloh 'ala muhammad, Shollalloh 'alaihi wasallam
sampai jumpaaaaaaaaaa!...

Jumat, 20 Mei 2011

Film Hidup Sekali Hiduplah yang Berarti


Judul                     : Hidup Sekali Hiduplah yang Berarti
Genre                   : Religi
Durasi                   : 90 menit
Sutradara            : Lena Sa’yati
Skenario              : Tim matapena Rayon Tasikmalaya
Pemain                 : Wafda, Elif, Rini, Yuni, Lidini, Agnes, Muna, Noverita Mustika
Produksi              : Matapena Tasik in Association with Lingkar Kreatif 

Sinopsis:
Film ini diangkat dari buku berjudul sama, karya anggota Matapena Rayon Tasikmalaya Ponpes Riyadlul ‘Ulum Wadda’wah. Bercerita tentang seluk beluk romantika kehidupan santri dan santriwati di sebuah pondok pesantren. Dalam film ini terdiri dari beberapa judul dengan cerita yang berbeda-beda. Diantaranya; Language is Our Crown, No Gosob!, Pepping? No way!, Belanja Sambil Beramal, Blezzer, dll.
Dalam Language is Our Crown misalnya, seorang santriwati bernama Linta kerap menjadi pelanggar bahasa, hingga namanya disebutkan beberapa kali dalam pengumuman pelanggar bahasa. Akhirnya dia diberi hukuman untuk memakai kerudung pelanggaran selama satu hari. Sejak saat itu, beberapa temannya mulai menjauhi dan mencemooh dirinya, tapi sahabat sejatinya Ilya selalu memberi semangat dan motivasi sehingga Linta mencoba untuk giat belajar bahasa dari buku-buku bahasa yang ada. Dari hari ke hari bahasa Linta mulai membaik, hingga akhirnya, namanya tak lagi tertera dalam daftar para pelanggar bahasa. Maksud bahasa disini adalah dua bahasa asing (arab dan inggris), karena di ponpes ini, memakai kedua bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari adalah wajib hukumnya, maka jika ada salah satu santri yang keahuan tidak berbahasa resmi, sudah dipastikan mendapat hukuman dari bagian bahasa.
FYI, Hidup Sekali Hiduplah yang Berarti merupakan film perdana yang dibuat santri Ponpes Riyadlul ‘Ulum Wadda’wah bekerjasama dengan rumah produksi Lingkar Kreatif. Bermula dari buku karya anak klub sastra matapena, merekapun ingin lebih memvisualisasikan isi dari buku yang mereka buat, agar pesan yang terkandung dlam buku tersebut lebih mdah diterima oleh khalayak umum. Pada intinya, film ini berusaha mengangkat kehidupan para santri yang snagat jarang sekali terekspos media. Film ini ingin menunjukan, bahwa memilih hidup di pesantren merupakan sebuah keputusan untuk menjadikan hidup ini lebih berarti.
Disajikan dengan cerita-cerita ringan dan menghibur, dalam film inipun para pemain menggunakan dua bahasa asing dalam setiap percakapannya. Inilah yang membuat film ini beda dari film-film indonesia lainnya. Pesan yang tersirat dari setiap ceritapun lebih nyata dan tampak real, karena setiap cerita di akhiri dengan pesan nasihat. Seperti dalam Language is our Crown, di akhir cerita tertulis nasihat ; ‘Language is not lesson, but language is habit’ ‘Brave to try, never give up, speaking, speaking, and speaking’. Selain cerita, dalam film inipun disajikan sebuah infotainment bernama ‘Laa Ghibah’ yang dibawakan oleh presenter kocak namun menyajikan berita-berita yang sarat akan makna, begitupun dengan narasi yang  dibacakannya.
Menonton film ini dijamin tidak akan jenuh, karena dari setiap cerita, selalu ada hal-hal yang menarik yang berbeda, dan lain dari yang lain. [Lena]
 
Beberapa adegan dalam film Hidup Sekali Hiduplah yang Beararti:




Itulah beberapa adegan dalam film HSHYB. pastinya penasaran kan sama para pemainnya yang kelihatan total banget berakting di film ini. Yup, kami memang sengaja mempersembahkan para pemain yang sekiranya berbakat dlam seni akting. Tidak perlu ada casting formal, kami cukup melihat aksi mereka dalam Lomba Drama Bahasa Inggris, maka langsung saja kami gaet anak-anak berbakat ini. Ini dia beberapa pemain utama dalam film HSHYB.
Wafda Fahrunnisa

Wafda fahrunnisa berperan sebagai Linta dalam judul 'Language is Our Crown'. Semula langganan menjadi pelanggar bahasa, lalu bangkit menjadi mahir berbahasa.

   

Elif Alifah
Berperan sebagai Laura dalam judul 'No Gosob!'. Laura adalah anak yang selalu menjadi korban penggosoban. Dibantu temannya Sinta, Ia berhasil menyadarkan orang yang menggosob barangnya.

Rini Iswanti & Yuni Latifatun Nisa
 Rini berperan sebagai Nada, dan Yuni berperan sebagai Sella. Mereka bermain dalam judul 'Alunan Nasyid dan Dakwah'. Semula selalu tidak akur, namun lama-lama bersatu karena satu tim dalam nasyid.

Muna Wafa Fikria
Muna berperan sebagai Muna dalam judul 'Ummu Naum'. Muna dijuluki Ummu Naum lantaran selalu tidur dalam situasi apapun. Namun akhirnya Ia berubah dan malah teman yang selalu mengejeknya yang jadi Ummu Naum.

Agnes Sustine
Agnes berperan sebagai Sisil dalam judul 'Pepping? No Way!'. Di sini Sisil berwatak centil, suka mengintip cowok, sampai akhirnya Ia bertubi-tubi kena musibah pada waktu mengintip. Akhirnya Ia tobat, dan tidak akan mengulangi aksi pepping lagi.

Lidini Hanifa
Lidini berperan sebagai Lidini dalam judul 'Belanja Sambil Beramal'. Semula tidak mau belanja di Unit Usaha milik Pondok dengan alasan selalu antri, tapi semenjak dijewer dan dinasihati Keamanan, akhirnya Lidini mencoba untuk belanja di Mini Market Pondok.

Sebagai presenter kocak, Noverita membawakan acara dengan tidak membosankan, agak-agak mirip dengan pembawa acara infotainment Silet, hanya saja tema berita berisikan liputan tentang kehidupan para santri beserta kegiatan-kegiatan wajibnya.


Behind The scene


               
                Proses syuting berjalan selama 4 hari, dari hari jum’at sampai hari senin pagi. Sebenarnya kami menargetkan waktu hanya dua hari saja, namun karena banyak hal-hal yang tak terduga terjadi pada saat proses syuting, alhasil waktupun ngaret sampai dua hari. Dari mulai diguyur hujan, ada salah satu kru yang terluka saat take gambar, ada yang sampai nangis-nangis, kameramen lupa tidak membawa lampu sampai kami harus beribut mencari lampu neon kesana kemari, dan lain sebgainya. Tapi actually semuanya berjalan dengan lancar, alhamdulillah.
                Sebenarnya pembuatan film ini bisa dibilang cukup singkat, karena kami harus menyesuaikan deadline waktu dengan kedatangan penulis nasional Ahmad Fu’adi. Rencananya kan film ini akan di launching pada waku bersamaan. Maka sayapun bergegas mengumpulkan anggota matapena untuk segera membuat naskah cerita. Setiap orang ditugaskan membuat satu script dan bertanggung jawab untuk mengcasting sendiri para pemainnya, menentukan kostumnya, menyipakan settingnya, dan menentukan siapa penerjemah naskahnya. Namun sebelum itu, saya bertugas untuk mengedit terlebih dahulu kelayakan dari naskah mereka.
                Dalam tempo tiga hari, naskah selesai beserta translate-nya. Dan para pemain hanya diberi kesempatan untuk reading, dan menghafalkan naskah dalam kurun waktu satu hari dua malam saja! Wow, apa tidak gila! Beruntung mereka sudah terlatih dengan seringnya diselenggarakan drama bahasa arab dan inggris, jadi tidak terlalu sulit untuk menggodok mereka dalam menghafal naskah. Latihan gladi bersihpun kami laksnakan semalam sebelum besoknya kami mulai syuting. Fiuh, benar-benar melelahkan, memang. Kami baru selesai latihan pukul 23.30 malam, setelah itu para krew masih harus mempersiapkan properti yang akan digunakan syuting, latar tempat, kostum, dan lain sebagainya. Alhasil kami begadang semalaman, dan baru bisa tidur pukul 03.00 pagi untuk kemudian subuh-subuhnya harus mengomando para santri agar bersiap siaga di lapangan untuk take gambar pertama.
                Hari jum’at yang biasanya digunakan para santri untuk mengisi libur dengan kegiatan seperti olahraga, makan bakso bersama, nyuci, dll, kini mereka disibukkan untuk berakting di depan kamera, seperti tampak dalam foto berikut ini:

Salah satu scene dalam 'Belanja Sambil Beramal' ketika anak-anak berkumpul mengisi waktu libur
Scene dalam Belanja Sambil Beramal, menggunakan kolam renang yang belum jadi sebagai setting tempat
Hari jumat disulap jadi hari belajar (dalam 'pepping? no way!')
 Yang lucu adalah pengambilan gambar judul Pondok Tak Pernah Tidur, yaitu dengan infotainment Laa Ghibah-nya. Noverita itu sudah dandan dari jam dua siang, tapi mulai take jam 5 sore, haha, kasihan sekali, mana dia dandan sendirian di dalam studio dadakan bertempat di kelas VII C. memang niatnya mau jam 2 siang, tapi karena judul lain take gambarnya belum rampung, alhasil Laa Ghibah di akhirkan dulu. Mau tahu aslinya infotainment Laa ghibah? 

Before
after
             Wah, gak kebayang hebohnya proses take gambar scene ini. Habisnya presenternya banyak tingkah sih. A Ari sama A Obes aja sampai maksain diri buat nahan biar gak kebablasan ketawa...dan yang paling neybelin, presenternya malah jadi lupa teks total kalau udah di depan kamera, walhasil, saya mesti bersedia nulis teksnya deh dan disimpan dibawah kamera biar presenternya bisa ngintip kalau lupa. Seperti gambar dibawah ini;

Wah, negrjain nih pemain, masa sutradara disuruh nulis narasi berita?..fiuh,
 Tapi it's oke, meskipun agak memakan waktu lama, tapi hasilnya cukup memuaskan apalagi dengan aksi lebay presenternya. Maksudnya sih supaya pesan yang terkandung dapat dengan senang hati diterima penonton.


Yang kasihan itu, para script writer. Rencanany kan mereka memberikan prolog dulu sebelum masuk ke cerita, tapi waktu syutingnya di undur-undur mulu. Mereka sampai gagal tiga kali mesti buka kostum lagi. Sampai keempat kali ganti, baru mereka kebagian take gambar, hehe, maaf ya kawan-kawan, memang selalu ada hal tak terduga dalam setiap perjalanan. Tapi akhirnya, selesai juga pembuatan film dengan diakhiri take gambar para scriptwriter.

Para scriptwriter setelah selesai take gambar judul 'Pondok Tak Pernah Tidur' di mujappaf Rojul
Sebenarnya syuting diakhiri take gambar untuk behind the scene, baru setelah itu kita kumpul bareng krew dan pemain tak lupa juga kameramen dari Lingkar Kreatif di kelas VII C. Dan bersama-sama kami menarik nafas lega, karena proses syuting telah selesai! Yeee...tinggal menunggu hasilnya deh. Wah, lega tak terkira deh teman-teman.Finally, kita semua mengucapkan Alhamdulillah karea sudah diberi kesempatan dan kemudahan dalam menjalani proses syuting film HSHYB ini.
Finally, we say....ALHAMDULILLAH
Ucapan terimakasih juga saya ucapkan kepada kedua rekan saya Ratna dan gani yang bersedia menjadi asisten, dan kepada Ustadz Syahruzzaky yang menjadi produser bagi acara ini. Terutama kepada pondok ini yang telah memberikan kesempatan pada kami untuk ikut mengibarkan potensi demi kebaikan pondok ini.

Salam,

Lena Sa'yati, Pembimbing Komunitas Matapena Rayon Tasikmalaya